Sekeping Receh dan Penindasan

Posted: September 12, 2009 in chit chat
Tags:

Dari balik kaca helmet, terlihat lampu lalu lintas berubah kuning di kejauhan.  Perlahan saya kurangi kecepatan.  Tepat saat lampu kembali berganti, motor berhenti di belakang garis putih marka jalan. Fenomena lampu merah kembali terjadi. Suara khas pedagang asongan menawarkan salah satu produk air mineral terdengar lantang bersahutan dengan penjual pernak-pernik merah putih.  Anak-anak berusia sepantaran murid Sekolah Dasar dengan tampang lusuh mulai turun ke badan jalan. Bersenjata gelas plastik bekas air mineral bergerak gesit di antara pengendara motor dan mobil menodongkan senjatanya penuh tatapan lelah…kepanasan.  Mencoba peruntungan dengan bergerilya mengumpulkan keping demi keping uang logam.

Seorang anak lain berpenampilan tidak kalah lusuh berdiri di atas pembatas jalan tampak memperhatikan temannya sambil menjilati es krim dengan nikmat.  Sebuah jajanan yang saya anggap eksklusif saat saya seusianya (segala macem makanan pabrikan, berpengawet, berpewarna buatan sampe mie instan dan segala masakan ber-MSG adalah TERLARANG.. siap2 saja mendengar suara keras ayah saya kalo sampe ketauan..MAKANAN APAAN TUH?!! BIKIN BEGO!! awas kalo besok beli lagi!!..doeng!!).  Di tempat teduh seberang jalan terlihat beberapa wanita paruh baya berpenampilan serupa duduk bergerombol, asyik bercerita dan saling mencari kutu siap mnghitung setiap keping belas kasihan pengguna jalan.  Disisi yang lain lelaki kulit legam dengan muka jarang mandi asik dengan handphonenya..mungkin lagi sms temen sesama pengamen..Nyanyi lagu apa kita hari ini??

Samar terdengar sirine panjang dan lampu berganti hijau. Secepatnya saya menarik gas. Memacu sepeda motor meninggalkan perempatan panas itu, mencoba untuk tidak membiarkan perasaan iba mendengar suara kecil, “Mbak, untuk makan..” menaklukan idealisme dan hanya memberikan senyum tanpa receh di depan todongan senjata mereka.

Saya tahu sirine tadi bukan suara ambulance atau patroli polisi.  Saya juga gak lagi nonton film Jepang yang kalo ganti warna traffic lightnya bunyi..  Gerilyawan jalanan, bocah es krim dan wanita di seberang jalan itu juga pasti tahu. Sebab tepat saat sirine berbunyi detik itulah 64 tahun yang lalu kata proklamasi untuk pertama kalinya dikumandangkan. Sebuah tonggak “de facto”  dimana sebuah negara  telah terbentuk dan hak bangsa Indonesia akan kemerdekaan telah terpenuhi diikuti segala konsekuensinya.  Tapi apa lacur, fenomena lampu merah telah menjadi bukti bahwa faktanya sebuah penjajahan atas bangsa sendiri telah terjadi dan sedang berlangsung hampir di setiap persimpangan jalan di Indonesia.

Pemberi receh mungkin berpikir sedikit uang yang ia berikan dapat membantu anak-anak tersebut.  Bahkan disaat-saat tertentu dimana jumlah pengemis melonjak drastis misalnya saat ramadhan Si dermawan mungkin  berharap memberi uang kepada pengemis dapat menjadi investasinya di akhirat.  Norma agama dan adat manapun sepakat Graphic1bahwa berbagi kepada sesama adalah suatu kebaikan.  Tetapi bagi saya sekeping receh yang diberikan kepada pengemis merupakan suatu bentuk penjajahan.  Penindasan atas kebebasan individu untuk berkembang.  Sebuah tindakan memproletarkan pemikiran.

Anda hanya akan kalah bertaruh jika berpikir uang yang Anda berikan setiap hari dapat meningkatkan taraf hidup dan membuat mereka maju hingga suatu saat dapat menolong pengemis lainnya.  Justru berawal dari sekeping receh inilah jumlah gepeng (gelandangan dan pengemis) semakin bertambah dari hari ke hari. Negara ini hanya akan bertambah miskin, bodoh dan terbelakang.  Pengemis akan berpikir buat apa susah-susah bekerja jika hasilnya tidak seberapa dibandingkan dengan hanya menengadahkan tangan dan menjual rasa iba.  Tidak mustahil “multiplier effect”  dari kebiasaan memberi ini membuat seorang pedagang asongan yang sebelumnya setiap hari dengan ikhlas berjuang mengumpulkan ratus demi ratus rupiah untuk bertahan hidup, penyapu jalan yang harus rela mencium bau sampah, penjual koran di jalanan yang terpaksa mengabaikan kesehatan dan terus menghirup gas karbon monoksida emisi pembakaran tidak sempurna dari knalpot kendaraan kita, pedagang keliling yang mendorong gerobak beratnya  kemana-mana dan semua orang yang dengan susah payah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tetap berada diatas pondasi kejujuran, kebanggaan dan harga diri suatu saat mengorbankan itu semua, banting setir memutuskan menjadi pengemis karena hasil yang lebih menjanjikan.

Setiap orang terlahir bebas.  Termasuk bebas memberikan apa yang ia miliki kepada orang lain.  Seseorang harus memiliki kepekaan sosial.  Namun, kepekaan sosial pun harus diimplementasikan secara cerdas.  Coba bayangkan jika setiap persimpangan jalan ada 3 pengemis dimana 4 orang memberikan Rp500,00 dalam momen 3 menit lampu merah sudah berapa dana yang terkumpul dari semua persimpangan jalan di Idonesia dalam satu hari, sebulan bahkan bertahun-tahun ini. Yang pasti saya yakin jumlahnya sudah lebih dari cukup untuk membuka sebuah lapangan kerja. Kelebihan harta Anda mungkin akan lebih tepat sasaran dan berguna jika langsung disalurkan melalui LSM. Alternatif pemberian makanan menggantikan uang pada pengemis mungkin lebih baik.  Sedikit berbeda konteks dengan kekurang setujuan saya sama aksi bagi2 nasi bungkus yg  in my sotoy opinion kadang tidak tepat sasaran n juntrung2nya cuma jd ajang bagi2 belas kasian, memupuk partisipasi orang untuk merasa dirinya miskin mendadak, lho..  Berkenalan dengan pedagang kecil dan memberikan sedikit tip uang kembali sebagai bentuk kepuasan dan penghargaan kepada mereka yang jujur bisa memenuhi kebutuhan Anda untuk berbagi. Anda bebas memilih untuk terus menjajah dan mengkerdilkan pemikiran bangsa sendiri untuk maju. Bersikap permisif terhadap aksi minta-minta yang sama saja menanamkan investasi kemalasan/kebodohan  atau menjadi seseorang yang di cap ratu tega idealis akut yang dikepalanya cuma dipenuhi angan-angan upaya kecilnya di negara yang sudah lama merdeka untuk membangun kemerdekaan berpikir.

Comments
  1. Utari says:

    Hal sepele yang kadang kita remehkan kadang berefek buruk ….

    mampir di http://varajauza.wordpress.com

  2. mr.deck says:

    congratulation for the very brand new media,,
    anyway, pernah ikut lomba blog to??rak ngomong2 ik,,
    hmmm
    pendekatan postinganmu sangat spesifik,, bagus cm nanti hrs dtunggu kontinuitasnya…hrs rajin2 tuh

  3. iyok says:

    mang di Jogja udah mulai ada penjual asongan di lampu merah?? Waduh…jadi tambah ruwet dunk. Setauku (setaun yang lalu) yang di lampu merah biasanya penjual koran ma pengemis. Sekarang tambah pedagang asongan yaw?? Weleh-weleh…si komo lewat bener dunk. Keep post about Jogja, be spesific with your blog. Okay sist…

Leave a comment